Kamis, 21 Maret 2013

ANJURAN DAN MANFA’AT SEDEKAH/SHODAQOH


ANJURAN DAN MANFA’AT SEDEKAH/SHODAQOH


Secara harfiyah, sedekah berasal dari kata shadaqa yang artinya benar. Sedekah adalah pemberian atau perlakukan dari seorang muslim kepada orang lain secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlahnya sebagai bentuk kebajikan dalam rangka mengharap ridha Allah Swt. Dari penjelasan seperti ini, sedekah dapat kita pahami sebagai bukti kebenaran iman dalam berbagai bentuk perbuatan baik, hal ini karena iman harus selalu dibuktikan dengan amal shaleh atau amal yang baik sehingga setiap kebaikan yang dilakukan seorang muslim adalah sedekah, Rasulullah Saw bersabda:
كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ
Tiap perbuatan baik adalah sedekah (HR. Baihaki)

Karena sedekah menjadi bukti dari kebenaran iman seseorang, maka setiap kita yang telah mengaku sebagai muslim harus bersedekah sesuai dengan potensi dan kemampuan masing-masing, bahkan melakukannya harus sesegera mungkin dalam arti jangan suka ditunda-tunda, hal ini karena bisa jadi kita tidak sempat lagi bersedekah karena sudah wafat, apalagi soal kapan kita mati sama sekali tidak ada diantara kita yang mengetahuinya atau kita mau bersedekah tapi tidak ada orang yang memerlukannya, Rasulullah Saw bersabda:
تَصَدَّقُوْا فَاِنَّهُ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ يَمْشِى الرَّجُلُ بِصَدَقَةٍ فَلاَ يَجِدُ مَنْ يَقْبِلُهَا, يَقُوْلُ الرَّجُلُ: لَوْ جِئْتَ بِاْلأَمْسِ لَقَبِلْتُهَا فَأَمَّا الْيَوْمَ فَلاَ حَاجَةَ لِي بِهَا
Bersedekahlah kamu sekalian, sesungguhnya akan datang kepadamu suatu masa dimana seorang lelaki berjalan dengan membawa sedekah tidak akan menemukan seorangpun yang menerimanya. Lelaki yang dijumpainya berkata: “andaikata engkau datang kemarin, pasti sedekahmu akan saya terima, hari ini saya tidak membutuhkannya (HR. Bukhari)
Keharusan untuk segera bersedekah juga ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya yang lain sehingga jangan sampai seseorang baru mau sedekah ketika ruh sudah sampai di tenggorokan, beliau bersabda:
قَالَ رَجُلٌ, يَارَسُوْلَ اللهِ, اَيُّ الصَدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ اَنْْ تَصَدَّقَ وَاَنْتَ صَحِيْحٌ شَحِيْحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلاَ تُمْهِلْ حَتَّى اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا وَ لِفُلاَنٍ كَذَا
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw: “sedekah yang bagaimana yang paling besar pahalanya?”. Nabi Saw menjawab: “saat kamu sedekah, hendaklah kamu sehat dan dalam kondisi pelit serta saat kamu takut melarat tapi mengharap kaya. Jangan ditunda sehingga ruhmu di tenggorokan baru kamu berkata untuk Fulan sekian dan untuk Fulan sekian (HR. Bukhari).
Keharusan bersedekah bahkan tetap harus dilakukan atau diberikan meskipun kepada keluarga yang membenci kita, ini menunjukkan bahwa sedekah yang kita lakukan adalah karena Allah Swt, bukan karena kepada siapa kita harus bersedekah, Rasulullah Saw bersabda:
أَفْضَلُ الصَدَقَةِ عَلَى ذِى الرَّحِمِ الْكَاشِحِ
Sedekah yang paling utama adalah yang diberikan kepada keluarga dekat yang bersikap memusuhi (HR. Thabrani dan Abu Daud).
KEUTAMAAN SEDEKAH
Sedekah memiliki banyak keutamaan dengan nilai yang besar dalam pandangan Allah Swt dan Rasul-Nya. Diantaranya, Pertama, dapat menghindarkan seseorang dari neraka meskipun hanya sedikit yang bisa disedekahkannya, bukan kikir tapi karena memang ia tidak mampu bersedekah dalam jumlah yang banyak, bahkan seandainya ia tidak punya apa-apa iapun bisa melakukannya dengan berbicara yang baik, Rasulullah Saw bersabda:
إِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَاِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Jauhilah neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu, maka dengan omongan yang baik (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Kedua, memperoleh pahala yang besar, karena pahala suatu amal yang baik seringkali dilipatgandakan, bahkan bila sedekahnya dalam bentuk wakaf, maka pahalanya bisa terus mengalir meskipun pelakunya sudah wafat, Rasulullah Saw bersabda:
اِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
Apabila anak Adam wafat, putuslah amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shaleh yang mendo’akannya (HR. Muslim)
Ketiga, dapat mendatangkan rizki sebagai balasan langsung dari Allah Swt atas sedekah yang dikeluarkannya, ini merupakan suatu keberkahan baginya, Rasulullah Saw bersabda:
اِسْتَنْزِلُوا الرِّزْقَ بِالصَدَقَةِ
Turunkanlah (datangkanlah) rezkimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah (HR. Baihaki).
Keempat, sedekah menjadi naungan bagi yang melakukannya pada hari kiamat, sehingga kebaikan yang dilakukan seseorang dalam hidupnya di dunia ini akan menjadi penolong baginya dalam kehidupan di akhirat kelak, Rasulullah Saw bersabda:
ظِلُّ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَدَقَتُهُ
Naungan bagi seorang mu’min pada hari kiamat adalah sedekahnya (HR. Ahmad).
Dari pengertian dan penjelasan di atas, kita bisa memahami bahwa setiap muslim harus bersedekah dan tidak ada alasan baginya untuk tidak mau bersedekah karena hal itu bisa dilakukan dengan segala bentuk kebaikan, bukan hanya dilakukan dengan harta.
BERLOMBA DALAM KEBAIKAN.
Setelah kita memahami bahwa kemuliaan manusia tergantung pada iman dan amal shaleh atau kebaikannya dalam maka semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya, akan semakin mulia harkat dan martabatnya dihadapan Allah Swt. Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yang artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 2:148).
Ada banyak kisah tentang bagaimana para sahabat berlomba-lomba dalam kebaikan. Diantaranya, suatu ketika Rasulullah Saw mengumpulkan para sahabat di suatu tempat, tidak semua sahabat tahu untuk maksud apa mereka dikumpulkan. Ternyata Rasulullah Saw menyatakan bahwa kita harus berjuang dan perjuangan itu memerlukan dana. Maka sahabat yang membawa uang memberikan uangnya di tengah-tengah majelis, sedangkan yang tidak membawa uang mengatakan apa yang mau mereka berikan, bahkan sampai ada yang mengatakan mau memberikan seperempat, setengah, sepertiga, dan sebagainya. Semua memberikan dan semua menyatakan apa yang mau mereka berikan. Tapi Nabi juga memperhatikan, ada satu sahabat yang Nabi tahu bahwa hartanya banyak tapi ia belum memberikan dan belum mengatakan sesuatu. Beliau kemudian bertanya: “Wahai Abu Bakar, semua sahabat telah memberikan harta atau mengatakan apa yang mereka mau berikan, mengapa engkau belum?”.
Sebenarnya Abu Bakar mau memberikan, tapi ia tidak mau mengatakan, namun karena Rasulullah Saw bertanya iapun menjawab: “Saya akan memberikan semua uang yang saya miliki?”.
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw agak terkejut padahal yang dituntut tidak sebanyak itu, beliau kemudian bertanya: “Untuk kamu sekeluarga apa bila semua hendak disedekahkan?”.
Abu Bakar kemudian menjawab: “Untuk kami cukup Allah dan Rasul-Nya”.
Ini menunjukkan sikap mental dari Abu Bakar yang sangat optimis, apalagi ia seorang pedagang yang sukses sehingga bila hartanya habis, besok ia masih bisa berdagang dan memperoleh keuntungan, sedangkan modal kepercayaan orang lain jauh lebih penting daripada modal uang.
Dengan demikian, seharusnya kita selalu termotivasi untuk memanfaatkan hidup kita yang tersisa ini guna beramal shaleh yang sebanyak-banyaknya dan bersedekah dalam arti yang luas menjadi keharusan bagi kita untuk mewujudkannya.
Karena itu, melalui tulisan ini akan kita bahas secara berseri hal-hal yang bisa kita lakukan dan semua itu termasuk ke dalam penilaian sedekah.
MENGINFAKKAN HARTA
Menginfakkan atau membelanjakan harta, baik untuk kepentingan keluarga maupun orang lain merupakan salah satu bentuk dari sedekah, bahkan sedekah dengan menginfakkan harta merupakan pemahaman yang paling populer dikalangan umat Islam.
Ambillah sekedah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan sedekah (zakat) itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ اَرَاَيْتَ اِنْ لَمْ يَجِدْ؟. قَالَ: يَعْمَلُ ِبيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقَ. قَالُوْا: اَرَأَيْتَ اِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ؟. قَالَ: يُعِيْنُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوْفِ. قَالُوْا: أَرَأَيْتَ اِنْ لَمْ يَفْعَلْ؟. قَالَ: يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ. قَالُوْا: أَرَأَيْتَ اِنْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ: يُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ فَاِنَّهَا صَدَقَةٌ
Setiap muslim harus bersedekah. Para sahabat bertanya: “Wahai Nabi Allah, bagaimana dengan orang yang tidak memiliki harta?”. Beliau bersabda: “Bekerjalah dengan tangannya sehingga ia bermanfaat bagi dirinya lalu bersedekah”. Mereka bertanya lagi: “Bagaimana kalau ia tidak punya?”. Beliau bersabda: “Membantu orang yang membutuhkan lagi meminta pertolongan”. Mereka bertanya lagi: “Kalau tidak bisa?”. Beliau bersabda: “Hendaklah ia melakukan kebajikan dan menahan diri dari kejahatan, karena keduanya merupakan sebaik-baik sedekah baginya (HR. Bukhari).
PERKATAAN YANG BAIK DAN MEMAAFKAN
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari pada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima), Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun (QS 2:263).
MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL DENGAN CARA YG TELAH DI TENTUKAN
وَفِى يُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِى أَحَدُنََا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ فَكَذَالِكَ اِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
“Melakukan hubungan intim (dengan isteri yang dilakukan oleh) salah seorang diantara kamu merupakan sedekah”. Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, apakah kalau salah seorang diantara kita melampiaskan nafsu syahwatnya hal itu dihargai dengan pahala?”. Rasulullah menjawab: “Bagaimana pendapat kalian, seandainya seseorang melampiaskan syahwatnya pada hal yang haram?, apakah dia akan mendapatkan dosa?. Begitu juga jika dia menyalurkan hasrat birahinya pada hal yang halal, maka dia akan mendapatkan pahala”. (HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Berikut Komentar Imam Nawawi mengenahi Jima’ adalah Shodaqoh:
فالجماع يكون عبادة إذا نوى به قضاء حق الزوجة ومعاشرتها بالمعروف الذي أمر الله تعالى به أو طلب ولد صالح أو إعفاف نفسه أو إعفاف الزوجة، ومنعهما جميعاً من النظر إلى حرام أو الفكر فيه أو الهم به أو غير ذلك من المقاصد الصالحة
Maka Jima’ itu merupakan Ibadah ketika di niyyatkan melaksanakan Hak2nya Istri, dan menggauli Istri dg Pengertian sebagaimana yg di perintahkan Allah, atau meminta anak yg Salih atau menyayangi diri sendiri (tidak melaksanakannya dalam perzinahan) atau menyayangi Istri, dan mencegah dari keduanya dari melihat sesuatu yg Haram atau berfikiran jelek atau melamun dll, adalah merupakan sesuatu yg punya tujuasn baik.
SENYUM
تَبَسُّمُكََ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ
Senyummu di muka saudaramu adalah sedekah bagimu (HR. Bukhari)
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيُكَ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ
Menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran adalah sedekah (HR. Bukhari).
MEMBIMBING MANUSIA
وَاِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فىِ أَرْضِ الضَّلاَلِ لَكَ صَدَقَةٌ
Bimbinganmu kepada seseorang di bumi kesesatan adalah sedekah bagimu (HR. Bukhari).
MEMBUANG GANGGUAN DI JALAN
وَاِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ وَالشَّوْكَ وَالْعَظْمَ عَنِ الطَّرِيْقِ لَكَ صَدَقَةٌ
Engkau menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu (HR. Bukhari).
MENOLONG ORANG LAIN.
Tidak perlu memperpanjang lebar penjelasan bahwa menolong Orang lain adalah Shodaqoh, setidaknya maksud dan tujuan bersedekah adalah menolong Orang, baik merupakan materi imateri.
Poin2 di atas sebenarnya merujuk pada satu hadist yg di riwayatkan oleh Imam Thobroni secara Marfu’ dalam Kitabnya “Makarimul Ahlaq” pada Hadist Nomor 18 juga yg terdapat dalam “Kasyfu al Khofa” oleh Imam Isma,il Al ‘Akhluni pada Hadist no 945 dan dalam Sunan Al Tirmidli Hadist no 1961sebagai berikut:
أخبرنا علي بن أحمد بن عبدان أنا احمد بن عبيد الصفار نا الأسفاطي وهو عباس بن الفضل نا أبو الوليد نا عكرمة بن عمار نا ابو زميل عن مالك بن مرثد عن أبيه عن أبي ذر يرفعه قال لا أعلمه إلا رفعه وافراغك من دلوك في إناء أخيك صدقة وأمرك بالمعروف ونهيك عن المنكر صدقة وإماطة الحجر والشوك والعظم عن طريق الناس صدقة وهدايتك الرجل في أرض الضالة صدقة
BERDZIKIR
قالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ بِهِ، إِنَّ بِكُل تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً، وَبِكُل تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً، وَبِكُل تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً، وَبِكُل تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ، قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي الْحَرَامِ أَلَيْسَ كَانَ يَكُونُ عَلَيْهِ وَزْرٌ، فَكَذٰلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ يَكُونُ لَهُ أَجْرٌ»
Bersabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam: Bukankah Allah telah menjadikan apa2 yg kamu sekalian bias bersedekah dengannya?,Tiap-tiap ucapan tasbih adalah sedekah, takbir sedekah, tahmid sedekah, tahlil sedekah, amar ma’ruf sedekah, nahi munkar sedekah, bersenggama dengan isterimupun sedekah, Berkata Para Sahabat: Wahai Rosulullah apakah dg ketika seseorang menyalurkan Syahwatnya dia berhak dapat Pahala?
Bersabda Rosulullah SAW: Apakah Kalian tidak berfikir, jika Kalian menyalurkannya dalam keharaman, maka atasnya adalah Dosa, maka demikianlah ketika seseorang itu menyalurkan Syahwatnya dalam Kehalalan, maka Orang itu berhak mendapat Pahala. (HR. Muslim)
Dalam mengomentari Hadist di atas Imam Nawawi dalam Kitabnya Syarhu al Nawawi ‘ala Al Muslim mengatakan:
وفي هذا دليل على أن المباحات تصير طاعات بالنيات الصادقات.
Dari sini dapat di buat dalil (menunjukkan) atas bolehnya membuat Ketaatan dg Niyyat Shodaqoh (seperti halnya hadist di atas bhw Tahlil, Tahmid dan Takbir adalah Shodaqoh, maka memberikan pahala Shodaqoh itu kepada Mayyit adalah di benarkan oleh Dalil),
MENANAM POHON
مَامِنْ مُسْلِمٍ يَزْرَعُ زَرْعًا أَوْ يَغْرِسُ غَرْسًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ اِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَةٌ اِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
Tiada seorang muslimpun menanam satu tanaman atau menanam satu pohon, lalu burung, manusia atau binatang memakannya, melainkan baginya sedekah (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).
Ini adalah penjelasan dari Imam Munawi dalam Kitabnya Faidlul Qodir Juz 5 hal 497 sebagai berikut:
(ما من مسلم يزرع زرعا)
أي مزروعاً (أو يغرس غرساً) بالفتح يعني مغروساً شجراً أو للتنويع لأن الزرع غير الغرس وخرج الكافر فلا يثاب في الآخرة على شيء مما سيجيء. ونقل عياض فيه الإجماع وأما خبر ما من رجل وخبر ما من عبد فمحمول على ما هنا والمراد بالمسلم الجنس فيشمل المرأة (فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة) أي يجعل لزارعه وغارسه ثواب سواء تصدق بالمأكول أو لا. قال المظهر: والقصد أنه بأي سبب يؤكل مال الرجل يحصل له الثواب وقال الطيبي: الرواية برفع صدقة على أن كان تامة ونكر مسلماً وأوقعه في سياق النفي وزاد من الاستغراقية وخص الغرس بالشجر وعم الحيوان ليدل على سبيل الكناية الإيمائية على أن أي مسلم كان حراً أم عبداً مطيعاً أو عاصياً يعمل أي عمل من المباح ينتفع بما عمله أي حيوان كان يرجع نفعه إليه ويثاب عليه. وفيه حث على اقتناء الضياع وفعله كثير من السلف خلافاً لمانعه ولا يعارضه الخبر الآتي لأنه محمول على الإكثار منها وميل القلب إليها حتى تفضي بصاحبها إلى الركون إلى الدنيا وأما اتخاذ الكفاية منها فغير قادح. وفيه أن المتسبب في الخير له أجر العامل به، هبه من أعمال البر أو من مصالح الدنيا وذلك يتناول من غرس لنفقته أو عياله وإن لم ينو ثوابه ولا يختص بمباشرة الغرس أو الزرع بل يشمل من استأجر لعمله.
MELANGKAH DI JALAN KEBAIKAN.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SEDEKAH
Sayyid Quthb dalam dzilal: infak bukan memberi tapi menerima, bukan berkurang tapi bertambah. Infak seharusnya bisa mengangkat derajat manusia dan tidak mengotorinya, infak yang tidak menodai kehornmatan dan tidak mengotori perasaan. Infak yang terjadi dan bersumber dari hati yang rela dan suci. Infak yang hanya bertujuan mencari keridhaan Allah semata-mata.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir (QS 2:264).
1. AL MANN (MEMBANGKIT-BANGKITKAN).
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa mannan terambil dari kata minnah yang artinya nikmat. Maksudnya adalah menyebut-nyebut nikmat kepada yang diberi serta membanggakannya. Kata ini pada mulanya berti memotong atau mengurangi. Dalam konteks ayat ini, menyebut-nyebut opemberian dinamai demikian karena ganjarannya menjadi terpotong atau berkurang.
Adapun menurut Tafsir Ibnu ‘Abbas “Manni” = “al ‘ujub” yg dalam bahasanya merasa puas atau bangga dg apa yg di berikan.
Yg lebih sepisifik adalah yg jelaskan oleh Imam Abu Muhammad Al Husaini bin Mas’ud Al Baghowi dalam tafsirnya “Al Baghowy” Juz 2 hal 44:
وهو أن يمن عليه بعطائه فيقول أعطيتك كذا، ويعد نعمه عليه فيكدرها
Al Mannu adalah mengharapkan kembali dg pemberiannya, maka Orang tersebut berkata: Aku telah memberikanmu seperti ini, dan dia menghitung2 atas pemberian itu maka dia sama saja mengeruhkan pahalanya.
2. AL AdZA (MENYAKITI)
Al Adza secara harfiyah artinya gangguan, itu berarti menyebut nikmat yang diberikan kepada orang yang diberi merupakan sesustu yang sangat menganggu karena sangat menyakiti perasaan orang yang mnerimannya.
أي: لا يفعلون مع من أحسنوا إليه مكروها يحبطون به ما سلف من الإحسان
Maksudnya janganlah berbuat dg di sertai rasa keterpaksaan atau perasaan yg tidak mengenakkan kepada Orang yg di beri kebaikan tersebut yg mana perbuatan tersebut dapat menyia2kan pahala kebaikannya yg telah lalu. (Tafsir Ibnu Katsir)
3. RIYA (MENCARI PUJIAN)
Sudah sangat Maklum apa dan Bagaimana yg di maksud Riya di atas, dan tidak perlu lagi meragukan kerugiannya amalan yg di sertai Riya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar